“Apabila kamu sedang bertiga sekawan, maka janganlah dua orang diantaranya berbisik-bisik tanpa ikut sertanya yang lain (yang ketiga) sampai kamu bercampur gaul dengan orang banyak, karena yang demikian akan menyedihkan hatinya.” (HR.Bukhari dan muslim dari Ibnu Mas’ud).
Saat berbicara bersama tiga teman ataupun orang lain tentunya kita harus saling menghargai pendapat orang itu, tapi jangan sampai di antaranya berbisik sehingga orang ketiga mencurigainya. Hargailah pendapat orang lain maka Anda akan merasakan manfaatnya atau timbal baliknya.
Apa yang dimaksud berbisik-bisik di sini? berbisik-bisik ialah berkata-kata yang hanya dapat didengar sendiri atau orang lain yang ada didekatnya. Dalam pergaulan, bisik-bisik berduaan saja padahal di situ ada kawan yang ketiga sebab dapat menyinggung perasaan kawan yang tidak diajak berbicara. Makanya, hal itu dilarang langsung oleh Rasulullah. Mengapa?.
Sebab mungkin bisa menimbulkan prasangka yang bukan-bukan baginya, apakah sedang membicarakan tentang aib dirinya atau ia merasa disingkirkan atau dianggap tak pandai memegang rahasia dan sebagainya, maka dari itu berbisik dilarang dalam islam.
Termasuk dalam kategori berbisik ialah berbicara berdua dengan bahasa yang tidak dimengerti oleh kawan yang ketiga. Tetapi apabila kawan yang ketiga telah mendapat teman sendiri atau telah bercampur dengan orang banyak sehingga teman ketiga tidak memiliki urusan lagi dengan dua teman yang lain, maka bisik-bisik dua orang itu dilarang.
Jadi, anganlah pernah kita berbisik-bisik, apabila ada urusan yang tidak boleh diketahui oleh orang lain, maka akan lebih baik jika kita berbicara empat mata dengan orang yang ada urusan dengan kita. Yang demikian itu tidak akan menyinggung perasaan orang lain.
Apa Itu Fitnah
Apa Itu Fitnah
JIKA ada seseorang yang menuduh orang lain, pasti Anda menganggap itu sebagai fitnah. Dan Anda juga pasti pernah mendengar, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Lalu apa sih sebenarnya fitnah itu? Dan apakah benar fitnah lebih kejam daripada pembunuhan?
Fitnah dalam Bahasa Arab disebut dengan kata “Fitnatun, fitanun”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kata fitnah diartikan sebagai perkataan yang bermaksud menjelaskan orang. Kata fitnah dalam Al-Qur’an mempunyai makna yang berbeda. Al-Raghib Al-Ashfahani, dalam mufrodhatnya, menjelaskan bahwa fitnah terambil dari akar kata fatanah yang pada mulanya berarti membakar emas untuk mengetahui kadar kualitasnya. Kata tersebut digunakan Al-Qur’an dalam arti “memasukkan ke neraka”, atau siksaan seperti dalam QS. Az-Zariyat/51: 13-15.
Artinya: “(Hari pembalasan itu) ialah pada hari ketika mereka diazab di atas api neraka. (Dikatakan kepada mereka): ‘Rasakanlah azabmu itu. Inilah azab yang dulu kamu minta untuk disegerakan,’” (QS Az Zariyat/ 51: 13- 15).
Kata fitnah juga digunakan, berdasar pemakaian asal kata di atas, dengan arti menguji, baik ujian itu berupa nikmat (kebaikan) maupun kesulitan (keburukan). Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Anbiya’: 35.
Artinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan,” (QS. Al-Anbiya’: 35).
Di dalam Al-Qur’an kata fitnah terulang tidak kurang dari 30 kali, dan tidak satupun yang mengandung makna seperti dikemukakan oleh kamus besar bahasa Indonesia. Karena itu, tidaklah tepat mengartikan ayat “Al-Fitnatu Asyadu min Al-Qatl” (QS. Al-Baqarah: 217) dengan makna memfitnah membawa berita bohong dan menjelekkan orang lain (lebih kejam) atau lebih besar dosanya daripada melakukan pembunuhan.
Artinya: ”…dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh…,” (QS. Al-Baqarah: 217).
Obat Ghibah
KITA semua cenderung mudah melakukan ghibah atau menggunjing. Padahal larangan Allah SWT sudah jelas soal ghibah ini. ”Janganlah sebagian kamu menggunjing (ghibah) sebagian yang lain, sukakah seorang diantaramu memakan saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al Hujurat, 049:012)
Nah, semua akhlak yang buruk hanya dapat diobati dengan adonan ilmu dan amal. Obat setiap penyakit adalah dengan melawan penyebabnya. Sedangkan mengobati penyakit lidah bisa dilakukan dengan mengetahui beberapa hal:
1. Ghibah dapat mendatangkan kemurkaan Allah,
2. Membatalkan kebaikan-kebaikan di hari kiamat,
3. Memindahkan kebaikan-kebaikan kita kepada orang yang digunjing sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya. Jika tidak memiliki kebaikan yang bisa dialihkan, maka keburukan orang yang digunjing itu akan dialihkan kepada kita,
4. Pelajarilah tentang nash berghibah niscaya lidah kita tidak akan melakuk ghibah karena takut kepada hukum Alloh,
5. Merenungkan cacat diri sendiri sehingga malu jika membicarakan orang lain,
6. Bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah yang dilakukannya, sebagaimana dia akan merasa sakit bila orang lain menggunjingnya,
7. Setiap kali mendengar selentingan, cepatlah berkata kepada diri sendiri, apakah aku mendapat manfaat atau menyeritakan kembali hal ini kepada orang lain?
8. Kurangi nongkrong di tempat yang nikmat untuk bergosip,
9. Pujilah diri sendiri setiap kali berhasil menahan untuk tidak bergosip tentang suatu hal yang baru Anda ketahui,
10. Rajinlah membaca Al Qur’an, lalu salurkan bahan gosip Anda dengan membahas sesuatu yang bermanfaat atau berdiskusi.
2. Membatalkan kebaikan-kebaikan di hari kiamat,
3. Memindahkan kebaikan-kebaikan kita kepada orang yang digunjing sebagai ganti dari kehormatan yang telah dinodainya. Jika tidak memiliki kebaikan yang bisa dialihkan, maka keburukan orang yang digunjing itu akan dialihkan kepada kita,
4. Pelajarilah tentang nash berghibah niscaya lidah kita tidak akan melakuk ghibah karena takut kepada hukum Alloh,
5. Merenungkan cacat diri sendiri sehingga malu jika membicarakan orang lain,
6. Bahwa orang lain merasa sakit karena ghibah yang dilakukannya, sebagaimana dia akan merasa sakit bila orang lain menggunjingnya,
7. Setiap kali mendengar selentingan, cepatlah berkata kepada diri sendiri, apakah aku mendapat manfaat atau menyeritakan kembali hal ini kepada orang lain?
8. Kurangi nongkrong di tempat yang nikmat untuk bergosip,
9. Pujilah diri sendiri setiap kali berhasil menahan untuk tidak bergosip tentang suatu hal yang baru Anda ketahui,
10. Rajinlah membaca Al Qur’an, lalu salurkan bahan gosip Anda dengan membahas sesuatu yang bermanfaat atau berdiskusi.
Menguap Pun Ada Adabnya
BIASANYA jika seseorang mengantuk ia pasti menguap. Bagi sebagian orang menguap dengan membuka mulutnya dengan lebar-lebar di anggap hal yang biasa. Banyak orang juga mengeluarkan suara yang keras bersamaan dengan menguap ini sebagai hal yang sepele tetapi berakibat fatal. Umat Islam tidak memperbolehkan menguap sembarangan.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan hal ini. Menurut beliau, menguap itu adalah perbuatan yang berasal dari setan. Beliau bersabda, “Bersin itu dari Allah dan menguap itu dari setan. Jika salah seorang kalian menguap maka tutuplah mulutnya dengan tangannya dan jika ia katakan ‘aaah …’ maka setan tertawa di dalam perutnya. Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap.”
Jika seseorang menguap hendaknya ia memperhatikan adab sebagai berikut:
Berusaha menahan semampunya
Seseorang harus berusaha menolak, mengalahkan, dan menahan kuapan, khususnya ketika sedang shalat. Rasulullah bersabda, “Apabila seseorang menguap dalam shalatnya, hendaknya ia berusaha menahan kuapannya sebisa mungkin karena setan bisa masuk.”
Seseorang tidak perlu merasa heran kalau setan bisa masuk, karena setan adalah makhluk yang tercipta dari api yang dapat berubah, berpindah, dan bergerak seperti hawa dan angin. Ia tidak berjasad seperti manusia.
Meletakkan tangan di mulut
Tujuan meletakkan tangan di mulut ketika menguap adalah agar mulut tidak terbuka. Saat manusia menguap dengan mulut terbuka itu, ia terlihat buruk dan saat itu juga setan sedang menertawakannya.
Tujuan meletakkan tangan di mulut ketika menguap adalah agar mulut tidak terbuka. Saat manusia menguap dengan mulut terbuka itu, ia terlihat buruk dan saat itu juga setan sedang menertawakannya.
Tidak mengeluarkan suara ‘aaah ’
Seperti disebutkan dalam hadis pertama, mengeluarkan suara ‘aaah’ atau ‘waaah’ pada saat menguap menimbulkan tertawaan setan.
Seperti disebutkan dalam hadis pertama, mengeluarkan suara ‘aaah’ atau ‘waaah’ pada saat menguap menimbulkan tertawaan setan.
Tidak mengangkat suara
Mengangkat suara kuapan termasuk adab buruk yang dianggap sepele oleh banyak orang. Padahal, perbuatan ini dapat membuat orang lain menghindar dari pelakunya. Ter kadang sebagaian orang jahil mengangkat suaranya ketika meng uap dengan maksud ingin mem bu at sekelilingnya tertawa. Tentunya setan juga menertawakannya se perti disebutkan pada hadis pertama.
Mengangkat suara kuapan termasuk adab buruk yang dianggap sepele oleh banyak orang. Padahal, perbuatan ini dapat membuat orang lain menghindar dari pelakunya. Ter kadang sebagaian orang jahil mengangkat suaranya ketika meng uap dengan maksud ingin mem bu at sekelilingnya tertawa. Tentunya setan juga menertawakannya se perti disebutkan pada hadis pertama.
Syariat Islam yang adab dan menguap, bersin, tidur, dan seluruh aktivitas kehidupan manusia menunjukkan betapa agungnya agama Allah ini. Is lam yang universal ini mengatur seluruh kondisi manusia yang tidak akan pernah didapati dalam syariat-syariat lainnya. Ini merupakan bukti bahwa Islam ada lah agama yang sesuai pada semua tempat dan zaman.
“Yang disyariatkan ketika seseorang menguap adalah menahan mulutnya dan menutupnya dengan rapat semampunya. Sebagaimana hadis dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
التثاؤب من الشيطان فإذا تثاءب أحدكم فليكظم ما استطاع
“Menguap itu dari setan. Karena itu, jika kalian menguap hendaknya dia tahan semampunya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat yang lain,
التثاؤب في الصلاة من الشيطان فإذا تثاءب أحدكم فليكظم ما استطاع
“Menguap ketika shalat itu dari setan. Apabila kalian menguap, tahanlah semampunya.” (HR. Turmudzi dan dia menilai hadis hasan shahih, sanadnya sesuai syarat shahih Muslim).
Dalam riwayat yang lain,
إن الله يحب العطاس ويكره التثاؤب فإذا تثاءب أحدكم فليرده ما استطاع ولا يقل ها ها فإنما ذلكم الشيطان يضحك منه
“Sesunguhnya Allah mencintai bersin dan membenci menguap. Apabila kalian menguap hendaknya ditahan semampunya, dan jangan sampai mengeluarkan suara haah.. haah.., karena dengan itu setan akan tertawa.” (HR. Abu Daud dengan sanad sesuai syarat Bukhari dan Muslim).
Selanjutnya Syaikh Sulaiman al-Majid menegaskan,
ولا نعلم في السنة ذكراً أو دعاء يقال عند التثاؤب، وأما ما اشتهر عند بعض العلماء وكثير من الناس من مشروعة الاستعاذة عن التثاؤب استدلالا من قوله تعالى : “وإما ينزغنك من الشيطان نزغ فاستعذ بالله ” والنبي صلى الله عليه وسلم أخبر أن التثاؤب من الشيطان ، فهذا استدلال في غير محله
“Dan kami tidak mengetahui adanya sunah yang mengajarkan dzikir atau doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika menguap. Adapun yang banyak tersebar menurut sebagian ulama dan kebanyakan masyarakat, bahwa ketika menguap dianjurkan untuk membaca ta’awudz, berdalil dengan firman Allah, yang artinya: ‘Apabila setan mengganggumu maka mintalah perlindungan kepada Allah.’ Sementara Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut bahwa menguap itu dari setan. Pendalilan semacam ini, tidak pada tempatnya.
Beliau menyebutkan alasan,
، فإن الذي أخبر بأن التثاؤب من الشيطان لم يشرع لنا إلا الكظم ووضع اليد على الفم . ولو كانت الاستعاذة مشروعة لذكرها عليه الصلاة والسلام . والله أعلم.
“Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengabarkan kepada kita bahwa menguap itu dari setan, beliau tidak mengajarkan kepada kita (untuk membaca ta’awudz), selain perintah untuk menahan dan meletakkan tangan di mulut. Sehingga, andaikan ta’awudz (ketika menguap) disyariatkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menyebutkannya.”
Allahu a’lam. [berbagai sumber]
Shalat Memejamkan Mata Bolehkah?
DALAM melaksanakan shalat, ada beberapa pendapat mengenai boleh atau tidaknya memejamkan mata. Berikut penjelasanya.
Terdapat sebuah hadis dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian melakukan shalat maka janganlah memejamkan kedua mata kalian.”
Hadis ini diriwayatkan oleh at-Thabrani (w. 360 H) dalam Mu’jam as-Shagir no. 24. dari jalur Mus’ab bin Said, dari Musa bin A’yun, dari Laits bin Abi Salim.
Hadis ini dinilai dhaif oleh para ulama pakar hadis, karena dua alasan,
1. Laits bin Abi Salim dinilai dhaif karena mukhtalat (hafalannya kacau), dan dia perawi mudallis (suka menutupi).
2. Mus’ab bin Said, dinilai sangat lemah oleh para ulama. Ibnu Adi mengatakan tentang perawi ini, “Beliau membawakan hadis-hadis munkar atas nama perawi terpercaya dan menyalahi ucapan mereka. Status dhaif hadisnya sangat jelas,” (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaini, 1/45 – 46).
Kesimpulannya, hadis di atas adalah hadis dhaif dan Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) menilainya munkar. Karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Hanya saja para ulama menegaskan, memejamkan mata ketika shalat hukumnya makruh. Kecuali ketika hal ini dibutuhkan, karena pemandangan di sekitarnya sangat mengganggu konsentrasi shalatnya.
Mengenai alasan dihukumi makruh, ada beberapa keterangan dari para ulama, diantaranya,
a. Memejamkan mata ketika shalat, bukan termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnul Qoyim (w. 751 H) mengatakan,
”Bukan termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memejamkan mata ketika shalat,” (Zadul Ma’ad, 1/283).
b. Memejamkan mata ketika shalat, termasuk kebiasaan shalat orang Yahudi. Dalam ar-Raudhul Murbi’ – kitab fikih madzhab Hambali – pada penjelasan hal-hal yang makruh ketika shalat, dinyatakan, ”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang Yahudi,” (ar-Raudhul Murbi’, 1/95).
c. Karena memejamkan mata bisa menyebabkan orang tertidur, sebagaimana keterangan dalam Manar as-Sabil (1/66).
Untuk itu, sebagian ulama membolehkan memejamkan mata ketika ada kebutuhan. Misalnya, dengan memejamkan mata, dia menjadi tidak terganggu dengan pemandangan di sekitarnya.
Jadi Kesimpulan yang benar, jika membuka mata (ketika shalat) tidak mengganggu kekhusyuan, maka ini yang lebih afdhal. Tetapi jika membuka mata bisa mengganggu kekhusyuan, karena di arah kiblat ada gambar ornamen hiasan, atau pemandangan lainnya yang mengganggu konsentrasi hatinya, maka dalam kondisi ini tidak makruh memejamkan mata. Dan pendapat yang menyatakan dianjurkan memejamkan mata karena banyak gangguan sekitar, ini lebih mendekati prinsip ajaran syariat dari pada pendapat yang memakruhkannya, (Zadul Ma’ad, 1/283).
Bolehkah Minum Kopi Luwak?
Dalam sebuah hadist Rasullullah SAW bersabda:
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “witir maknanya ganjil (lawan genap).
Allah itu witir, artinya Allah itu esa tidak ada sekutu yang serupa bagi-Nya. Sedangkan makna “Allah mencintai witir adalah bahwa Allah mengutamakan bilangan ganjil dalam beberapa amalan dan ketaatan.
Oleh karenanya, Allah menjadikan sholat itu 5 waktu, bersuci 3 kali, thowaf 7 kali, sa’i 7 kali, melontar jumroh 7 kali, hari tasyriq ada 3 hari, beristinjak(cebok) 3 kali, kain kafan disyariatkan 3 lapis, zakat pertanian (nishobnya) 5 wasaq, zakat perak 5 uqiyah, demikian juga nishob zakat unta dan lainnya.
Demikian juga Allah jadikan beberapa makhluk-Nya yang besar berjumlah witir, seperti langit, bumi, lautan, hari-hari (dalam sepekan) dan lainnya. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa makna witir disini adalah tertuju kepada sifat hamba-Nya yang menyembah Allah dengan mengesakan dan mengikhlaskan kepada Allah saja. Wallahu a’lam.” (syarh shohih muslim: 9/39).
Dikatakan dalam hadist yang lain : Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW bersabda, (Dan Allah memiliki sembilan pulu sembilan nama seratus kurang satu, barang siapa menghitungnya (menghafal dan mentafakurinya) akan masuk surga. Dia itu witir (ganjil) dan menyukai yang ganjil)’,” (HR Bukhari dan Muslim).
Aisyah ra. mengatakan : “Rasulullah SAW ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: (Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon)’,“ (HR Bukhari dan Muslim).
“Sesungguhnya Allah itu witir (esa/ganjil) dan suka pada yang ganjil’,” (HR Abu Daud dan Turmudzi).
Dari keterangan di atas kita simpulkan: “witir yang dimaksud bukanlah berarti mencakup segala sesuatu secara umum, melainkan maksudnya adalah Allahlah yang menghukumi beberapa hukum syari’at dan ciptaanNya berjumlah witir, seperti sholat disyariatkan witir, langit berjumlah witir, dan sebagainya.
Allah yang menghukumi demikian bukan berarti segala sesuati disyariatkan supaya menjadi witir. Oleh karena itu seseorang tidak disyariatkan ketika berjalan untuk menghitung langkahnya supaya menjadi witir, ketika makan tidak disyariatkan menghitung suapan berjumlah witir, ketika minum tidak disyariatkan menghitung jumlahnya menjadi witir; karena tiak ada asalnya dan hal ini tidak disyariatkan. Bahkan mengkhususkan ibadah dengan pengkhususan yang tidak dikhususkan Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan bid’ah(mengada-ngada dalam hal agama)
Shalat Memejamkan Mata Bolehkah?
DALAM melaksanakan shalat, ada beberapa pendapat mengenai boleh atau tidaknya memejamkan mata. Berikut penjelasanya.
Terdapat sebuah hadis dari sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian melakukan shalat maka janganlah memejamkan kedua mata kalian.”
Hadis ini diriwayatkan oleh at-Thabrani (w. 360 H) dalam Mu’jam as-Shagir no. 24. dari jalur Mus’ab bin Said, dari Musa bin A’yun, dari Laits bin Abi Salim.
Hadis ini dinilai dhaif oleh para ulama pakar hadis, karena dua alasan,
1. Laits bin Abi Salim dinilai dhaif karena mukhtalat (hafalannya kacau), dan dia perawi mudallis (suka menutupi).
2. Mus’ab bin Said, dinilai sangat lemah oleh para ulama. Ibnu Adi mengatakan tentang perawi ini, “Beliau membawakan hadis-hadis munkar atas nama perawi terpercaya dan menyalahi ucapan mereka. Status dhaif hadisnya sangat jelas,” (al-Fatawa al-Haditsiyah, al-Huwaini, 1/45 – 46).
Kesimpulannya, hadis di atas adalah hadis dhaif dan Imam ad-Dzahabi (w. 748 H) menilainya munkar. Karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan dalil.
Hanya saja para ulama menegaskan, memejamkan mata ketika shalat hukumnya makruh. Kecuali ketika hal ini dibutuhkan, karena pemandangan di sekitarnya sangat mengganggu konsentrasi shalatnya.
Mengenai alasan dihukumi makruh, ada beberapa keterangan dari para ulama, diantaranya,
a. Memejamkan mata ketika shalat, bukan termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnul Qoyim (w. 751 H) mengatakan,
”Bukan termasuk sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, memejamkan mata ketika shalat,” (Zadul Ma’ad, 1/283).
b. Memejamkan mata ketika shalat, termasuk kebiasaan shalat orang Yahudi. Dalam ar-Raudhul Murbi’ – kitab fikih madzhab Hambali – pada penjelasan hal-hal yang makruh ketika shalat, dinyatakan, ”Makruh memejamkan mata ketika shalat, karena ini termasuk perbuatan orang Yahudi,” (ar-Raudhul Murbi’, 1/95).
c. Karena memejamkan mata bisa menyebabkan orang tertidur, sebagaimana keterangan dalam Manar as-Sabil (1/66).
Untuk itu, sebagian ulama membolehkan memejamkan mata ketika ada kebutuhan. Misalnya, dengan memejamkan mata, dia menjadi tidak terganggu dengan pemandangan di sekitarnya.
Jadi Kesimpulan yang benar, jika membuka mata (ketika shalat) tidak mengganggu kekhusyuan, maka ini yang lebih afdhal. Tetapi jika membuka mata bisa mengganggu kekhusyuan, karena di arah kiblat ada gambar ornamen hiasan, atau pemandangan lainnya yang mengganggu konsentrasi hatinya, maka dalam kondisi ini tidak makruh memejamkan mata. Dan pendapat yang menyatakan dianjurkan memejamkan mata karena banyak gangguan sekitar, ini lebih mendekati prinsip ajaran syariat dari pada pendapat yang memakruhkannya, (Zadul Ma’ad, 1/283).
Bolehkah Minum Kopi Luwak?
MASYARAKAT Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kopi. Biji hitam dengan rasa pahit ini sudah biasa diolah menjadi bubuk kopi yang kemudian bisa dikonsumsi menjadi aneka minuman. Minum kopi sudah lekat dengan kesaharian warga mulai dari kalangan bawah hingga menengah ke atas. Kualitas setiap kopi memang berbeda-beda, dan salah satu kopi dengan harga jual yang tinggi adalah kopi luwak.
Tidak seperti kopi pada umumnya, kopi luwak adalah biji kopi yang dikonsumsi luwak, hewan sejenis kucing dengan bulu bintik-bintik ini memiliki kegemaran memakan ayam, kopi, dan juga makanan lainnya. Biji kopi yang menjadi kotoran luwak inilah yang disebut kopi luwak.
Lalu bagaimana hukum mengonsumsi bubuk kopi yang diolah dari biji kopi yang keluar dari dubur luwak?
Hukumnya bergantung dari proses pengolahannya. Karena, hukum umum yang berlaku, segala benda yang keluar dari qubul maupun dubur hukumnya adalah najis.
Terkait kopi luwak, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk syarah Al-Muhadzab menjelaskan:
“Ketika binatang menelan sebuah biji, lalu keluar dari perutnya dalam keadaan utuh, maka harus dilihat dari kerasnya biji itu. Jika kerasnya biji itu tetap dalam arti ketika biji itu ditanam lantas tumbuh, maka biji itu terbilang suci. Tetapi biji itu wajib dicuci karena permukaannya bersentuhan dengan najis, meski biji tersebut adalah makanan binatang itu. Ketika biji itu cenderung menjadi rusak seperti biji yang ditelan binatang, lalu keluar dari duburnya, maka bagian dalam bijinya terbilang suci. Kulit bijinya pun bisa suci apabila dicuci. Namun, jika kekerasan biji itu hilang, artinya ketika biji ditanam tidak tumbuh, maka hukum biji itu adalah najis.” Demikian pula pendapat yang dikatakan Qadli Husen, Al-Mutawalli, Al-Baghowi, dan ulama lainnya.
Jadi, boleh tidaknya minum kopi luwak tergantung selera Anda.
Mengapa Allah SWT Suka dengan Hal Ganjil
GANJIL adalah bilangan yang jika dibagi dua maka bersisa 1. Dan itu adalah hal yang Allah dan Rasulnya suka, alasan lain karena Allah SWT itu hanya 1 atau Mahaesa, tunggal.Dalam sebuah hadist Rasullullah SAW bersabda:
إنّ الله وتر يحبّ الوتر
“Sesungguhnya Allah SWT itu witir dan Dia mencintai yang witir (ganjil)’,” (HR Bukhari dan Muslim).Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “witir maknanya ganjil (lawan genap).
Allah itu witir, artinya Allah itu esa tidak ada sekutu yang serupa bagi-Nya. Sedangkan makna “Allah mencintai witir adalah bahwa Allah mengutamakan bilangan ganjil dalam beberapa amalan dan ketaatan.
Oleh karenanya, Allah menjadikan sholat itu 5 waktu, bersuci 3 kali, thowaf 7 kali, sa’i 7 kali, melontar jumroh 7 kali, hari tasyriq ada 3 hari, beristinjak(cebok) 3 kali, kain kafan disyariatkan 3 lapis, zakat pertanian (nishobnya) 5 wasaq, zakat perak 5 uqiyah, demikian juga nishob zakat unta dan lainnya.
Demikian juga Allah jadikan beberapa makhluk-Nya yang besar berjumlah witir, seperti langit, bumi, lautan, hari-hari (dalam sepekan) dan lainnya. Akan tetapi ada yang berpendapat bahwa makna witir disini adalah tertuju kepada sifat hamba-Nya yang menyembah Allah dengan mengesakan dan mengikhlaskan kepada Allah saja. Wallahu a’lam.” (syarh shohih muslim: 9/39).
Dikatakan dalam hadist yang lain : Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW bersabda, (Dan Allah memiliki sembilan pulu sembilan nama seratus kurang satu, barang siapa menghitungnya (menghafal dan mentafakurinya) akan masuk surga. Dia itu witir (ganjil) dan menyukai yang ganjil)’,” (HR Bukhari dan Muslim).
Aisyah ra. mengatakan : “Rasulullah SAW ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terkahir bulan Ramadhan dan beliau bersabda, yang artinya: (Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan Romadhon)’,“ (HR Bukhari dan Muslim).
“Sesungguhnya Allah itu witir (esa/ganjil) dan suka pada yang ganjil’,” (HR Abu Daud dan Turmudzi).
Dari keterangan di atas kita simpulkan: “witir yang dimaksud bukanlah berarti mencakup segala sesuatu secara umum, melainkan maksudnya adalah Allahlah yang menghukumi beberapa hukum syari’at dan ciptaanNya berjumlah witir, seperti sholat disyariatkan witir, langit berjumlah witir, dan sebagainya.
Allah yang menghukumi demikian bukan berarti segala sesuati disyariatkan supaya menjadi witir. Oleh karena itu seseorang tidak disyariatkan ketika berjalan untuk menghitung langkahnya supaya menjadi witir, ketika makan tidak disyariatkan menghitung suapan berjumlah witir, ketika minum tidak disyariatkan menghitung jumlahnya menjadi witir; karena tiak ada asalnya dan hal ini tidak disyariatkan. Bahkan mengkhususkan ibadah dengan pengkhususan yang tidak dikhususkan Allah dan Rasul-Nya adalah perbuatan bid’ah(mengada-ngada dalam hal agama)